Kamis, 30 Juli 2009

Tempat Wisata di Nanggroe Aceh Darussalam

Aceh menyediakan banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, namun kejadian Tsunami yang melanda daerah tersebut akhir tahun lalu membuat tempat wisata Aceh yang kebanyakan wisata pantai ikut hancur, berikut daftar beberapa tempat wisata di Aceh:

# Mesjid Raya Baiturahman
# Pantai Lampuuk
# Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh
# Krueng Raya
# Museum dan Rumoh Aceh
# Gunongan
# Alam Aceh



Mesjid Raya Baiturahman yang terletak di pusat kota Banda Aceh yakni di Pasar Aceh merupakan mesjid kebanggan masyarakat Aceh. Mesjid ini juga selamat dari ganasnya Tsunami meskipun sempat digenangi air setinggi dua meter lebih. Mesjid ini memiliki sejarah yang berarti.

Sejarah mencatat pada jaman dulu ditempat ini berdiri sebuah Mesjid Kerajaan Aceh. Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873 Mesjid ini dibakar, namun untuk meredam kemarahan rakyat Aceh pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah Mesjid sebagai penggantinya yang berdiri megah saat ini.

Mesjid ini berkubah tunggal dan dibangun pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959 - 1968)

Mesjid ini merupakan salah satu Mesjid yang terindah di Indonesia yang memiliki bentuk yang manis, ukiran yang menarik, halaman yang luas dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan Mesjid tersebut.

Pantai Lampuuk terletak di pantai barat Aceh. Dari Banda Aceh kurang lebih 17 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun sayangnya pantai yang cukup terkenal dan menjadi tempat wisata favorit penduduk Aceh tersebut musnah tersapu Tsunami.

Pantai ini cukup indah dan dapat digunakan sebagai tempat berenang, berjemur di pasir putih, memancing, berlayar, menyelam dan kegiatan rekreasi lainnya.

Disore hari pantai ini terasa lebih indah, dimana kita dapat menyaksikan matahari terbenam yang penuh pesona.

Disekitar pantai Lampuuk juga berdiri megah sebuah pabrik semen Andalas, namun saat itu pabrik tersebut hanya tinggal kenangan setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.

Dikawasan Pantai Lampuuk, anda dapat bermain golf dengan latar belakang panorama laut di Padang Golf Seulawah. Sayangnya semua keindahannya kini tinggal kenangan dan tinggal menungguk pemerintah memperbaiki wisata yang cukup digemari turis asing tersebut.

Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 seluas 2.600 Ha.

Secara geografis TWA Laut Pulau Weh terletak pada 0552’ Lintang Utara dan 9552’ Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Sukakarya, Kotamadya Sabang, Propinsi D.I. Aceh dan dari segi pengelolaan hutannya termasuk Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih dan masuk pada Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi NAD.

Di TWA Laut Pulau Weh, Sabang terdapat terumbu karang, baik karang yang keras maupun karang yang lunak dengan berbagai jenis, bentuk dan warna, yang kesemuanya membentuk gugusan karang yang menarik untuk dinikmati, antara lain karang dengan nama daerahnya karang lupas, karang rusa, karang kerupuk.

Selain terumbu karang, TWA Laut Pulau Weh, Sabang dapat ditemui jenis-jenis ikan karang seperti Angel fish, Tropet fish, Dunsel fish, Sergeon fish, Grope fish, Parrot fish dan lain-lain. Ikan-ikan ini berada di sekitar TWA Laut Pulau Weh dan sebagian merupakan endemik di daerah ini. Selain itu juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan ekonomis seperti Tuna, Kakap, Kerapu, Bayan, Pisang-pisangan dan lain-lain.

Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan di TWA Laut Pulau Weh adalah kegiatan wisata tirta seperti berselancar, naik sampan, berenang, memancing, serta menyelam untuk menikmati alam bawah air dengan keanekaragaman terumbu karang serta ikan-ikan karangnya yang indah.

Beberapa fasilitas yang dapat mendukung kegiatan wisata antara lain : pondok-pondok penginapan di sekitar Iboih yang dibangun oleh masyarakat, shelter, MCK, masjid, kios cendera mata dan hotel yang terdapat di Gapang. Selain itu terdapat berbagai fasilitas yang berada di Pulau Rubiah yang dibangun oleh Dinas Pariwisata Dati I D.I. Aceh antara lain : pusat kegiatan menyelam yang dilengkapi dengan fasilitasnya (perahu motor, peralatan selam), mushola, shelter, MCK, rumah jaga, menara pengintai, jalan setapak, taman dan instalasi listrik.

Krueng Raya berjarak 35 Km dari Banda Aceh merupakan sebuah nama wilayah. Di daerah tersebut terdapat pelabuhan yang bernama "Pelabuhan Malahayati" yang sering dipergunakan masyarakat Banda Aceh untuk menyebrang ke pulau Weh (Sabang). Pelabuhan tersebut akhirnya dinon aktifkan setelah pelabuhan Ulee Lhe yang lebih megah dibangun (namun sama saja hancur karena Tsunami). Krueng Raya yang termasuk daerah dengan kerusakan terparah akibat Tsunami dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari Banda Aceh.

Di daerah ini juga sangat terkenal dengan pantainya yang bernama Ujong Batee, disana selain pantainya yang indah juga terdapat sebuah restoran yang cukup megah yang menyajikan makanan khas Aceh yang terkenal yaitu Kepiting Besar, Udang Windu, Tiram, Telur Penyu, dan berbagai hasil laut dan pertanian lainnya. Pantai Ujong Batee sendiri terletak sekitar 17 km arah timur Banda Aceh. Pantainya yang ditumbuhi pohon cemara yang lebat merupakan pelindung para pengunjung bila hari panas sehingga cukup nyaman untuk bersantai. Ujong Batee dalam bahasa Aceh berarti Ujung Batu, mungkin nama ini diberikan karena dari pantai inilah kita dapat langsung melihat pulau seberang Sabang

Selain Ujong Batee, di Krueng Raya juga terdapat daerah wisata bernama Lamreh, daerah ini merupakan daerah bukit yang dulunya tandus, namun kini telah ditanami berbagai pohon. Dari sini kita dapat menyaksikan panorama laut yang indah seperti terlihat pada gambar dihalaman ini.

Sumber :http://www.acehforum.or.id/

Tradisi Pembuatan Rencong Terancam Punah

Tradisi pembuatan rencong terancam punah, terutama di Kabupaten Aceh Utara, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan senjata tradisional khas Nanggroe Aceh Darussalam tersebut. Di Aceh Utara, sentra perajin rencong hanya terdapat di Kecamatan Tanah Pasir, yang saat ini hanya tersisa satu perajin.

Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dianggap kurang peduli dalam membina perajin rencong yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sovenir khas Aceh, dibanding fungsinya di masa lalu sebagai senjata tradisional. Salah seorang perajin rencong yang masih tersisa di Kecamatan Tanah Pasir Ishak (57) menuturkan, sebenarnya setelah tahun 2000-an, masih ada tiga orang perajin rencong di Tanah Pasir.

Bahkan, pesanan rencong dari Tanah Pasir sempat mengalami kenaikan saat masa darurat militer. Pasukan TNI yang ditugaskan ke Aceh sering kali memesan rencong buatan tangan tersebut di Tanah Pasir sebagai sovenir. "Bahkan saya sempat heran, tentara yang baru datang ke Aceh pun sering datang ke sini. Rupanya mereka diberi tahu teman-temannya kalau di sinilah salah satu sentra rencong terbaik di Aceh," ujar Ishak, yang ditemui di bengkel kecilnya, di Desa Blang, Kecamatan Tanah Pasir, Sabtu (4/4).

Ishak menuturkan, beberapa tahun terakhir di Kecamatan Tanah Pasir hanya tinggal dia seorang perajin rencong yang masih bertahan. Sejumlah dua perajin lainnya menutup usaha dan bengkelnya. "Salah satu perajin adalah abang saya. Usahanya tak dilanjutkan karena beliau meninggal, sedangkan satu perajin lainnya kini tak lagi membuat rencong karena kalah kualitas dan rencong buatannya kurang laku," ujarnya.

Sebenarnya, meski menjadi satu-satunya perajin yang masih tersisa dan praktis tanpa saingan, Ishak mengaku cukup prihatin karena keberadaan perajin senjata tradisional di Aceh Utara tersebut bisa punah jika usahanya tutup. Saat ini, Ishak dibantu oleh anak kelimanya, Abdul Manan.

Menurut Ishak, pemerintah daerah terkesan tak peduli dengan keberadaan perajin rencong. Sebab, menurut Ishak, dia pernah mengirimkan permintaan bantuan modal untuk membuka bengkel pembuatan rencong di luar bengkel yang kini ada di samping rumahnya. "Maksudnya agar ada lagi bengkel lain untuk pembuatan rencong, tetapi sampai sekarang tak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah," ujarnya.

Sebenarnya, sebagai jenis usaha kecil dan mikro, Ishak merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah. Setiap hari, Ishak dan anaknya mampu membuat tiga buah rencong ukuran kecil (tiga inci) dan sebuah ukuran sedang (enam hingga tujuh inci). "Biasanya, setelah jadi, ada agen yang datang ke mari untuk kemudian memasarkannya di Lhokseumawe atau bahkan di bawa luar Aceh," katanya.

Sumber : regional.kompas.com

Rencong

Rencong

Rencong (Reuncong) adalah senjata tradisional dari Aceh. Rencong selain simbol kebesaran para bangsawan, merupakan lambang keberanian para pejuang dan rakyat Aceh di masa perjuangan. Keberadaan rencong sebagai simbol keberanian dan kepahlawanan masyarakat Aceh terlihat bahwa hampir setiap pejuang Aceh, membekali dirinya dengan rencong sebagai alat pertahanan diri. Namun sekarang, setelah tak lagi lazim digunakan sebagai alat pertahanan diri, rencong berubah fungsi menjadi barang cinderamata yang dapat ditemukan hampir di semua toko kerajinan khas Aceh.

Bentuk rencong berbentuk kalimat bismillah, gagangnya yang melekuk kemudian menebal pada sikunya merupakan aksara Arab Ba, bujuran gagangnya merupaka aksara Sin, bentuk lancip yang menurun kebawah pada pangkal besi dekat dengan gagangnya merupakan aksara Mim, lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya merupakan aksara Lam, ujung yang meruncing dengan dataran sebelah atas mendatar dan bagian bawah yang sedikit keatas merupakan aksara Ha.

Rangkain dari aksara Ba, Sin, Lam, dan Ha itulah yang mewujudkan kalimat Bismillah. Jadi pandai besi yang pertama kali membuat rencong, selain pandai maqrifat besi juga memiliki ilmu kaligrafi yang tinggi. Oleh karena itu , rencong tidak digunakan untuk hal-hal kecil yang tidak penting, apalagi untuk berbuat keji, tetapi rencong hanya digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan berperang dijalan Allah.

Rencong yang ampuh biasanya dibuat dari besi-besi pilihan, yang di padu dengan logam emas, perak, tembaga, timah dan zat-zat racun yang berbisa agar bila dalam pertempuran lawan yang dihadapi adalah orang kebal terhadap besi, orang tersebut akan mampu ditembusi rencong.

Gagang rencong ada yang berbentuk lurus dan ada pula yang melengkung keatas. Rencong yang gagangnya melengkung ke atas disebut rencong Meucungkek, biasanya gagang tersebut terbuat dari gading dan tanduk pilihan.

Bentuk meucungkek dimaksud agar tidak terjadinya penghormatan yang berlebihan sesama manusia, karena kehormatan yang hakiki haya milik Allah semata. Maksudnya, bila rencong meucungkek disisipkan dibagian pinggang atau dibagian pusat, maka orang tersebut tidak bisa menundukkan kepala atau membongkokkan badannya untuk memberi hormat kepada orang lain karena perutnya akan tertekan dengan gagang meucungkek tersebut.

Gagang meucungkek itu juga dimaksudkan agar, pada saat-saat genting dengan mudah dapat ditarik dari sarungnya dan tidak akan mudah lepas dari genggaman. Satu hal yang membedakan rencong dengan senjata tradisional lainnya adalah rencong tidak pernah diasah karena hanya ujungnya yang runcing saja yang digunakan.


Sumber : http://acehpedia.org/Rencong

Rencong Senjata Pusaka Rakyat Aceh

Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari abad ke abad.

Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam Kesultanan di abad ke-13.

DIjaman Kerajaan Aceh Darussalam rencong ini tidak pernah lepas dari hampir setiap pinggang ( selalu diselipkan dipinggang depan ) rakyat Aceh yang rata-rata punya keberanian luar biasa baik pria maupun wanita karena rencong ini bagi orang Aceh ibarat tentara dengan bedilnya yang merupakan simbol keberanian,kebesaran,ketinggian martabat dan keperkasaan orang Aceh sehingga orang-orang portugis atau portugal harus berpikir panjang untuk mendekati orang Aceh.di masa ini Rencong mempunyai tingkatan yang menjadi ciri khas strata nasyarakat, untuk seorang Raj/Sulthan dan Ratu/Sulthanah untuk sarungnya terbuat dari gading dan untuk belatinya terbuat dari emas hingga sampai ke strata masyarakat bawah untuk sarung terbuat dari dari tanduk kerbau ataupun kayu dan untuk belati terbuat dari kuningan atau besi putih tergantung kemampuan ekonomi masing-masing.

Aceh sebagai sebuah kekuatan militer penting di dunia Melayu, dengan persenjataan yang sangat penting. Karena hubungan internasional dengan dunia barat, bentuk rencong juga mulai mengikuti perkembangannya, terutama Turki dan anak benua India.Rencong juga mempunyai kesamaan dengan blade yang dipakai oleh prajurit Turki di masa Sulthan Mahmud kerajaan Ottoman Turki dan juga Mughal scimitar dari beberapa orang dengan gaya rapiers dan daggers ( bahasa bule ) yang bergantung gantung dari ikat pinggangdi tembok gantung Madras, India tahun 1610-1620.

sumber Belanda Yang merujuk pada persenjataan Acehdi abad ke 14. Contoh persenjataan ini dapat dilihat dalam ilustrasi buku baik pada perang kolonial Belanda yang dihasilkan oleh Pusat Data Dokumentasi dan di Aceh pada tahun 1977.

Sebuah majalah artikel populer yang menyatakan bahwa bentuk rencong itu invented di Aceh pada abad 16 pada jaman Sultan AI Kahar,Sultan yang mempunyai hubungan dekat dengan Khalifah Turki Ottoman,disaat meminta bantuan untuk menyerang Portugis.

Menurut salah satu sumber juga,Pada abad ke 18 Tokoh pahlawan sastra Pocut Muhammad untuk memerintahkan membuat rencong sebanyak-banyak karena persediaan baja yang menumpuk,rencong ini dapat dilihat di Museum Praha, Ceko.Rencong yang paling berharga dari abad ke 19 dengan ukiran huruf Arab ada di museum Jakarta .

Di masa lalu,simbolisme Islam dari rencong telah dihubungkan dengan Perang Suci atau jihad.dengan kekuatan senjata ditangan dan keyakinan pada kuasa Allah. Rencong seperti memiliki kekuatan yang ghaib.sehingga si masyarakat Aceh sangat terkenal pepatah :

"Tatob ngon reuncong jeuet Ion peu-ubat, nyang saket yang tapansie Haba."

Di masa Aceh mengusir Portugis dari seluruh tanah sumatra dan tanah malaka serta masa penjajahan Belanda rencong merupakan senjata yang mematikan disamping pedang dan bedil yang digunakan di medan perang, tidak hanya oleh para Sulthan,Laksamana,Pang, Pang sagoe, Uleebalang,Teuku,Teungku Agam,Sayed,HabibCut Ampon ,Cut Abang ( para kaum pria ) namun juga oleh Teungku Inong,Syarifah,Cut Kak, Cut Adoe,Cut Putroe, Cut Nyak ( kaum wanita ). Senjata ini diselipkan di pinggang depan setiap pria dan wanita perkasa Aceh sebagai penanda Keperkasaan dan ketinggian martabat, sekaligus simbol pertahanan diri, keberanian, kebesaran, dan kepahlawanan ketika melawan penjajah Belanda.

Dalam perjuangan dan pertempuran melawan Portugis dan Belanda, sejarah mencatat nama-nama besar pahlawan-pahlawan dan srikandi Aceh, seperti Tgk Umar,Panglima Polem,Teungku Chik Ditiro, Laksamana Malahayati,Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan Teungku Fakinah yang tidak melepaskan rencong dari pinggangnya.

Rencong memiliki makna filosofi religius dan keislaman, Gagangnya yang berbetuk huruf Arab diambil dari padanan kata Bismillah. Padanan kata itu bisa dilihat pada gagang yang melekuk kemudian menebal pada bagian sikunya. Gagang rencong berbentuk huruf BA,gagang tempat genggaman merupakan aksara SIN, lancip yang menurun ke bawah pada pangkal besi dekat gagangnya merupakan aksara MIM, Pangkal besi lancip di dekat gagang yang erupai lajur-lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya melambangkan aksara LAM ,Bagian bawah sarung memiliki bentuk huruf HA, sehingga keseluruhan hurup "BA, SIN, MIM, LAM, HA", susunan huruf yang terbaca membentuk kalimat Bismillah.Ini merupakan lambang yang memperlihatkan karakteristik masyarakat Aceh yang sangat berpegang teguh pada kemuliaan ajaran Islam.












Secara umum rencong atau Rincong yang menjadi senjata andalan dalam sejarah masyarakat Aceh dikenal, ad
a 5 macam yaitu :

- RIncong Meucugek :

Mengapa disebut rincong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu cugek atau meucugek ( dalam istilah Aceh )seperti bentuk panahan dan perekat.

















































- Rincong Pudoi :
Dalam masyarakat Aceh istilah pudoi berarti belum sempurna alias masih ada kekurangan. kekurangannya dapat dilihat pada bentuk gagang rencong tersebut.

- Rincong Meupucok :
Keunikan dari Rincong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran dari gading atau emas. Bagian pangkal gagang dihiasi emas bermotif pucok rebung/tumpal yang diberi permata ditampuk gagang,keseluruhan panjang rencong ini lebih kurang 30 cm.bilah terbuat dari besi putih.sarungnya dibuat dari gading serta diberi ikatan dengan emas.

-Rincong puntong
Keunikan dari Rincong puntong pada Hulu Puntung, dengan belati yang ditempa dengan loga, kepala Rencong dari tanduk kerbau dan sarung dari kayu.












































- Rincong Meukure:
Rincong ini mempunyai perbedaa dengan yang lain pada mata rincong yang diberi hiasan tertentu seperti gambar bunga,ular,lipan dan sejenisnya.

seiring perjalanan waktu senjata Rencong semenjank Aceh bergabung dengan Indonesia sampai sekarang perlahan-perlahan pusaka ini berubah fungsi hanya menjadi barang suvernir atau cenderamata dan pelengkap pakaian adat Aceh pengantin pria.














Semoga Pemerintah daerah dapat menyelamatkan dan melestarikan asset sejarah Aceh dari abad ke abad ysng sangat berharga ini, kalau pusaka ini tidak berharga Aceh tidak akan digelar dengan ACEH TANOH RINCONG.












Artikel dan gambar dari berbagai sumber dalam dan luar negeri.

Sumber :http://aneukagamaceh.blogspot.com/