Tradisi pembuatan rencong terancam punah, terutama di Kabupaten Aceh Utara, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan senjata tradisional khas Nanggroe Aceh Darussalam tersebut. Di Aceh Utara, sentra perajin rencong hanya terdapat di Kecamatan Tanah Pasir, yang saat ini hanya tersisa satu perajin.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dianggap kurang peduli dalam membina perajin rencong yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sovenir khas Aceh, dibanding fungsinya di masa lalu sebagai senjata tradisional. Salah seorang perajin rencong yang masih tersisa di Kecamatan Tanah Pasir Ishak (57) menuturkan, sebenarnya setelah tahun 2000-an, masih ada tiga orang perajin rencong di Tanah Pasir.
Bahkan, pesanan rencong dari Tanah Pasir sempat mengalami kenaikan saat masa darurat militer. Pasukan TNI yang ditugaskan ke Aceh sering kali memesan rencong buatan tangan tersebut di Tanah Pasir sebagai sovenir. "Bahkan saya sempat heran, tentara yang baru datang ke Aceh pun sering datang ke sini. Rupanya mereka diberi tahu teman-temannya kalau di sinilah salah satu sentra rencong terbaik di Aceh," ujar Ishak, yang ditemui di bengkel kecilnya, di Desa Blang, Kecamatan Tanah Pasir, Sabtu (4/4).
Ishak menuturkan, beberapa tahun terakhir di Kecamatan Tanah Pasir hanya tinggal dia seorang perajin rencong yang masih bertahan. Sejumlah dua perajin lainnya menutup usaha dan bengkelnya. "Salah satu perajin adalah abang saya. Usahanya tak dilanjutkan karena beliau meninggal, sedangkan satu perajin lainnya kini tak lagi membuat rencong karena kalah kualitas dan rencong buatannya kurang laku," ujarnya.
Sebenarnya, meski menjadi satu-satunya perajin yang masih tersisa dan praktis tanpa saingan, Ishak mengaku cukup prihatin karena keberadaan perajin senjata tradisional di Aceh Utara tersebut bisa punah jika usahanya tutup. Saat ini, Ishak dibantu oleh anak kelimanya, Abdul Manan.
Menurut Ishak, pemerintah daerah terkesan tak peduli dengan keberadaan perajin rencong. Sebab, menurut Ishak, dia pernah mengirimkan permintaan bantuan modal untuk membuka bengkel pembuatan rencong di luar bengkel yang kini ada di samping rumahnya. "Maksudnya agar ada lagi bengkel lain untuk pembuatan rencong, tetapi sampai sekarang tak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah," ujarnya.
Sebenarnya, sebagai jenis usaha kecil dan mikro, Ishak merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah. Setiap hari, Ishak dan anaknya mampu membuat tiga buah rencong ukuran kecil (tiga inci) dan sebuah ukuran sedang (enam hingga tujuh inci). "Biasanya, setelah jadi, ada agen yang datang ke mari untuk kemudian memasarkannya di Lhokseumawe atau bahkan di bawa luar Aceh," katanya.
Sumber : regional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar